Kamis, 20 Februari 2014

Air Terjun Oenesu


AIR TERJUN OENESU


Selain wisata pantai, Kabupaten Kupang juga memiliki wisata air terjun yang cukup terkenal bernama Air Terjun Oenesu. Air terjun ini terletak di Desa Oenesu, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur.[1] Letaknya yang jauh dari pusat kota Kupang membuat Air Terjun Oenesu banyak digandrungi para wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing yang ingin menghilangkan kepenatan dari hiruk pikuk kota.
Air Terjun Oenesu memiliki ketinggian sekitar 10 m dengan 4 tingkatan.  Airnya meluncur dari air terjun pertama hingga ke air terjun berikutnya. Di sela-sela air terjun terdapat kubangan air berupa kolam alami.  Air yang mengalir ini banyak mengandung kapur. Saat musim hujan, curuhan dan volume air Oenesu begitu melimpah. Kendati begitu airnya tetap jernih. Sementara ketika musim panas, airnya tak pernah kering meski tak sebanyak saat musim hujan. Namun airnya terlihat lebih jernih.
Obyek wisata ini telah dilengkapi dengan sarana seperti lopo, rumah makan, MCK, jalan setapak dengan tangga turun yang sudah di semen dan tempat parkir. Juga beberapa gazebo untuk melepaskan lelah. Untuk turun menuju dasar air terjun, ada dua jalur yang dapat dipakai.  Untuk jalur pertama, di sebelah kiri lokasi terdapat jalan menurun yang cukup terjal yang nantinya menuju ke sebuah jembatan jauh di bawah air terjun utama.  Dari jembatan ini dapat terlihat beberapa tingkat air terjun.  Sedangkan jalur kedua melalui jembatan kayu yang cukup mengkhawatirkan karena banyak kayu tidak terpasang menutup ruasnya.  Selanjutnya menuruni anak tangga yang cukup curam hingga tiba di dasar air terjun.[2]
Banyak aktivitas yang dapat dilakukan di Air Terjun Oenesu seperti kemping dan menelusuri hutan wisata (hiking). Pengunjung juga dapat mandi sambil menikmati jatuhnya serpihan air terjun yang menyentuh tubuh. Segarnya air terjun membuat betah para pengunjung untuk berlama-lama. Selain itu beberapa pengunjung juga sekedar duduk-duduk sambil bermain air di sekitar air terjun sambil menikmati indahnya panorama air terjun. Di musim kemarau ataupun musim hujan, pengunjung selalu disuguhi panorama air terjun di salah satu titik alurnya. Paduan desah, riakan, serta deruan air terjun yang tak pernah putus, melengkapi kesejukan. Kicauan burung dari ranting-ranting pohon yang masih asri menambah syahdunya suasana di Air Terjun Oenesu.(yra)

Kupang, 27 Juni 2013

Minggu, 16 Februari 2014

Pantai Lasiana


PANTAI LASIANA


Sunset atau matahari terbenam adalah waktu di mana matahari menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat.[1] Warna merah jingga pada langit merupakan momen yang indah ketika matahari mulai kembali ke peraduannya. Salah satu tempat yang cocok dikunjungi untuk melihat sunset adalah Pantai Lasiana di Nusa Tenggara Timur. Konon katanya, sunset di pantai ini adalah spot terbaik untuk menikmati sunset.
Pantai Lasiana adalah salah satu kawasan pantai yang terletak di ujung timur wilayah Kota Kupang ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pantai ini masuk dalam wilayah air Teluk Kupang yang panjang pantainya sekitar 3 km. Pantai ini dikelola secara resmi oleh pemerintah Kabupaten Kupang dan menjadikannya objek wisata kota Kupang yang dapat diakses oleh masyarakat umum mulai sekitar tahun 1970-an. Dinas pariwisata NTT membangun beberapa fasilitas umum didalam areal wisata Pantai Lasiana sebagai bangunan penunjang obyek wisata ini.[2] Menurut rencana, pantai ini akan dijadikan Taman Budaya Flobamora[3].
Seperti pantai kebanyakan di Nusa Tenggara Timur, Pantai Lasiana ini memiliki penampang pantai yang landai dengan gelombangnya yang tenang dan jernih. Hal inilah yang menyebabkan tidak sedikit wisatawan memilih menceburkan diri menikmati gulungan ombak di Pantai Lasiana. Tidak sedikit pula yang datang untuk sekedar duduk-duduk menikmati indahnya sunset dengan ditemani air kelapa yang dijual penduduk di sekitar pantai. Pantai dengan balutan pasir putih yang luas arealnya sekitar 3,5 Ha ini juga banyak ditumbuhi pohon kelapa dan pohon lontar disepanjang pantainya. Ini menjadikan nuansa tersendiri yang menjadi pembeda dari pantai-pantai lainnya di Nusa Tenggara Timur. 
Tenggelamnya matahari di ufuk barat merupakan momen yang paling ditunggu para wisatawan. Sedikit demi sedikit langit berubah warna menjadi kekuningan, kemerahan dan jingga. Demikian halnya air laut juga berubah warna dari biru ke kuning keemasan akibat pantulan sinar matahari yang terbenam. Gelap semakin menyelimuti Pantai Lasiana dan sisa-sisa sinar sang mentari yang semakin meredup. Angin sepoi-sepoi yang meniup pelepah pohon kelapa dan lontar semakin memberi kehangatan suasana senja pantai yang menjadi primadona Ibu Kota Nusa Tenggara Timur itu. (yra)

28 Juni 2013



[1] Id.m.wikipedia.org/wiki/Matahari_terbenam, diakses tgl. 15 Februari 2014
[3] Istilah Flobamora mengacu pada suku-suku yang tinggal di sekitar pantai, yaitu Flores, Sumba, Timor dan Alor. Dikutip dari: m.detik.com/trevel/read/2013/06/04/181000/2254795/1025/4/pantai-lasiana-sunsetnya-bikin-speechless, diakses tgl. 15 Februari 2014

Jumat, 14 Februari 2014

Taman Laut 17 Pulau Riung


TAMAN LAUT 17 PULAU RIUNG


Bercerita tentang keindahan daratan Flores seolah tidak ada habisnya. Keindahan alam serta keeksotisan budaya masyarakat menjadi daya tarik yang memikat banyak orang untuk mengunjungi pulau tersebut. Salah satu timpat wisata yang turut mengantarkan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu tujuan wisata dunia adalah Taman Laut 17 Pulau Riung. Taman Laut 17  Pulau Riung merupakan salah satu taman laut yang ada di Indonesia.
Letaknya di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Propinsi Nusa Tenggara Timur. [1]  Terletak sekitar 70 Km sebelah utara Kota Bajawa, ibukota Ngada. Taman laut ini merupakan gugusan pulau-pulau kecil dan besar. Pulau-pulau tersebut antara lain: Pulau Wire, Sui, Taor, Tembaga, Tiga (Pulau Panjang), Bampa, Meja, Rutong, Patta, Halima (Pulau Nani), Besar, Lainjawa, Kolong, Dua, Ontole (terbesar), Borong dan Pulau Pau.[2]
Kawasan darat taman laut 17 pulau Riung ini merupakan hutan kering dimana hampir seluruh pesisir pantainya ditumbuhi pohon bakau. Namun di sini banyak ragam fauna yang mendiami, yaitu komodo, biawak timor, ayam hutan, musang, kera, landak, rusa timor, kuskus, buaya, elang, bluwok, bangau putih, burung nuri, burung tekukur, burung wontong dan kelelawar. Namun disamping terdapat fauna di darat, dunia bawah laut juga menjadi tempat tinggal fauna yang cukup berragam jenisnya.
Taman laut 17 pulau Riung saat ini telah menjadi surga bagi para pecinta wisata pantai dan dunia bawah laut. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan wisatawan diantaranya berenang, berjemur, mengelilingi pulau, snorkeling dan diving. Selain terdapat pulau yang memiliki pasir putih yang mengkilat, tempat ini juga memiliki air laut yang jernih. Sehingga dari atas perahu pun dapat melihat indahnya terumbu karang serta ikan-ikan di dalam laut. Bagi pecinta bawah laut, tempat ini menjadi surganya untuk menikmati panorama alam bawah laut yang sangat eksotis. Terumbu karang yang masih terjaga serta keragaman jenis ikan yang mendiami di perairan tersebut menjadi daya tarik untuk berlama-lama menikmati keindahan tersebut.
Di sore hari wisatawan dapat beranjak menuju pulau kelelawar di sekitar taman laut ini. Di pulau kelelawar tersebut wisatawan dapat melihat puluhan ribu kelelawar beterbangan untuk keluar dari sarang. Selain itu bagi wisatawan yang malas bepergian, dapat menikmati indahnya sunset di sore hari yang begitu menawan yang dapat menghangatkan suasana hati. (yra)

28 Maret 2013


[1] Id.m.wikipwdia.org/wiki/Taman_Laut_17_Pulau_Riung, diakses tgl. 14 Februari 2014
[2] wisatanusatenggara.wordpress.com/2012/04/11/taman-laut-17-pulau-riung/, diakses tgl. 14 Februari 2014

Kamis, 13 Februari 2014

Kampung Bena


KAMPUNG BENA


Kampung Bena adalah salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, 19 km selatan Bajawa ibukota Kabupaten Ngada.[1] Bertengger dengan berporoskan pada Gunung Inerie (2.245 mdpl), Kampung Bena di Bajawa adalah salah satu dari desa tradisional Flores yang masih tersisa meninggalkan jejak-jejak budaya megalit yang mengagumkan. Keberadaannya di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat lama pemuja gunung sebagai tempat para dewa.
Kehidupan di Kampung Bena dipertahankan bersama budaya zaman batu yang tidak banyak berubah sejak 1.200 tahun yang lalu. Kampung ini saat ini terdiri kurang lebih 40 buah rumah yang saling mengelilingi. Badan kampung tumbuh memanjang, dari utara ke selatan. Pintu masuk kampung hanya dari utara. Sementara ujung lainnya di bagian selatan sudah merupakan puncak sekaligus tepi tebing terjal.[2]
Kampung Bena juga memiliki halaman luas yang disebut kisanantha, atau ruang publik berupa halaman yang merupakan orientasi setiap kegiatan ritual. Di sini terdapat sejumlah bangunan yang disakralkan masyarakat sebagai perwajahan leluhur mereka, ngadhu dan bagha. Ngadhu merupakan simbol perwajahan leluhur laki-laki, bangunannya menyerupai payung sedangkan bagha semacam miniature rumah sebagai perlambang perwajahan leluhur perempuan.[3]
Di Kampung Bena ada 9 suku yang menghuni secara rukun, yaitu: suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago.  Masing-masing suku memiliki rumah yang secara morfologi bentuk bangunannya adalah rumah panggung. Pembeda antara satu suku dengan suku lainnya adalah adanya tingkatan sebanyak 9 buah. Setiap satu suku berada dalam satu tingkat ketinggian. Rumah suku Bena sendiri berada di tengah-tengah. Karena suku Bena dianggap suku yang paling tua dan pendiri kampung maka karena itu pula dinamai dengan nama Bena.[4]  
Kampung Bena sama sekali belum tersentuh kemajuan teknologi. Arsitektur bangunannya masih sangat sederhana dan tetap terjaga. Hingga kini pola kehidupan serta budaya masyarakatnya tidak banyak berubah. Dimana masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Kehidupan yang luar biasa dimana keramahan penduduknya dipadu dengan budaya yang tetap terjaga tanpa tersentuh arus modernisasi.(yra)

9 Juli 2013
 




[1] id.m.wikipedia.org/wiki/Kampung_Bena, diakses tgl. 13 Februari 2014
[2] Ibid.
[3] www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=15&id=7271, diakses tgl. 13 Februari 2014
[4] travel.kompas.com/read/2012/02/22/1935413/Bena.Kemegahan.Warisan.Budaya.Zaman.Batu.di.Flores, diakses tgl. 13 Februari 2014