Selasa, 21 April 2015

Gotongroyong Bersih Kebun Padi di Worowatu



Gotongroyong Bersih Kebun Padi di Worowatu
Kamis, 7 Februari 2013
 “Mbana emba Pak Iken?” ucapku pada pak Iken yang saat itu dengan sebilah parang yang diikat di pinggangnya seperti bersiap pergi ke kebun.
“Mai Pak Yovi kita pergi kebun di bawah worowatu sana” ajak Pak Iken kepadaku.
Gb. Pak Iken dengan sebilah parang diikat dipinggang.

Pak Iken adalah salah seorang guru di SMP Negeri 6 Nangapanda yang mengajar TIK. Ya, siang itu setelah sepulang sekolah akhirnya kegiatan ku ikut pak Iken pergi ke kebun di bawah Worowatu. Worowatu adalah sebuah kampung yang menjadi tempat asal Bu Alin, istri Pak Iken yang juga salah seorang guru di SMP yang sama. Saat itu sedang ada kerja bakti membersihkan kebun disalah satu keluarga ibu Alin di Worowatu. Untuk pergi ke kebun tersebut, kami harus menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam dengan jalan kaki. Siang yang cukup terik kulalui bersama pak Iken dengan menembus hutan yang memang sudah dijadikan warga sebagai kebun, baik kebun kakao, kemiri maupun padi.
“Pak Yovi haus tidak? Kalau haus kita minum ae kelapa dulu e?” ajak pak Iken untuk minum air kelapa.
“ada kelapa pak Iken?” sahutku.
“Itu kelapa di bawah sana biar saya yang panjat” ucap pak Iken sambil menunjuk pohon kelapa.
Akhirnya pak Iken pun memanjat pohon kelapa yang memang lumayan cukup tinggi. Ah, kebetulan memang saat itu tenggorokanku benar-benar kering akibat teriknya cuaca siang itu.     
Gb. Dengan cekatan, pak iken memanjat pohon kelapa.

2 butir kelapa muda dipetik oleh pak Iken, dan dengan sebilah parangnya kelapa tersebut dibelah dan siap untuk disantap. Rasa segar air kelapa hijau dengan daging buahnya yang pas untuk disantap siang itu.
Gb. Pak Iken sedang membelah buah kelapa

Akhirnya rasa haus pun terobati oleh kelapa muda tersebut. Perjalanan kami lanjutkan dengan menuruni bukit.
“Pak Yovi, di bawah sana ada aliran sungai yang jernih. Nanti kita bisa mandi di sana” ucap pak iken yang memberi tau kalau ada aliran sungai di bawah bukit yang semakin membuat penasaran untuk segera tiba di sungai tersebut.
Dan benar saja tidak lama kemudian terdengar suara gemercik air aliran sungai, dan mulai terllihat kilauan air yang memang sangat jernih. Bak oase digurun pasir, akibat panas suhu saat itu saya pun kegirangan dan langsung menceburkan kaki dan membasuh wajah. Hhhaaa...segar bukan main. Selama berada di Orakeri, saat itulah pertama kali melihat aliran sungai yang cukup bersih. Segarnya air sungai itupun mengobati rasa lelahku sepanjang perjalanan yang begitu panas akibat terik matahari siang tu.
Gb. Berendam dulu biar segerrr.

Sekitar 15 menit bermain air disana, kamipun kemudian melanjutkan perjalanan menuju kebun tujuan kami. Tidak lama perjalanan kami telah sampai. Terlihat sebuah rumah berdinding plupuh (bambu yang di pecah) dan beratap seng. Seperti sebuah gubuk di tengah kebun sebagai tempat memasak dan beristirahat setelah seharian bekerja.
“Selamat siang bapaak, mamaa” sapa ku terhadap bapak-bapak dan mama-mama yang sedang beristirahat dibawah pohon kakao.
“Oee..selamat siang pak guruu... mai” ucap salah satu bapak menjawab sapaku.
Gb. Gubug sebagai tempat istirahat dan memasak.

Saat itu memang pas jam makan siang sehingga mereka sudah berkumpul di rumah tersebut untuk istirahat sembari menunggu makan siang disiapkan oleh mama-mama yang bertugas di dapur. Kami berdua disambut dengan ramah khas orang Flores. Ah, memang membuat saya betah berbincang dan bercengkrama bersama orang-orang flores.
Gb. Menu makan siang. 

“Mai Pak Yovi, kita ka udu e”ajak salah satu bapak untuk ikut gabung menyantap menu makan siang bersama.
Sepiring nasi dan sepiring sayur buah labu serta beberapa potongan ayam dan belut menjadi menu kami siang itu. Belut tersebut adalah hasil mancing semalam di sungai.  
“Pak Yovi, untuk tangkap belut disini mudah. Kita tinggal kasih kail dengan umpan cacing dan taruh pancing di sungai semalam, pagi tinggal kita ambil itu pancing pasti dapat belut” kata salah satu bapak di sana menceritakan bagaimana menangkap belut.
“Iya kah bapak, wah mudah sekali” sahutku.
“Pak Yovi kalau mau nanti pulang bawa dengan belut biar ibu diatas yang masak” kata salah seorang bapak.
“Iya Bapak, terimakasih” ucapku.
“Ok, mai sekarang kita makan” tambah bapak itu.
Nyammm.... dengan lahapnya menu siang itu terasa sangat nikmat. Jadi teringat lagunya Slank “makan gak makan asal kumpul”. Ngumpul + makan = istimewa. Ya saat itu bagiku terasa istimewa karena bisa berkumpul dengan orang-orang Worowatu di kebun sambil menyantap hidangan khas. Dan sepiring penuh nasi ukuran Flores, sepiring sayur buah labu serta lauk tidak terasa habis kusantap.
Gb. Nikmatnya setelah makan duduk dibawah pohon sambil menikmati hembusan angin di siang yang terik itu. 

Makan selesai...waktunya kembali kerja...Bapak-bapak dan mama-mama kembali menuju kebun padi..
“Mai pak Yovi ikut ke atas nanti pak Yovi tunggu di bawah pohon kemiri di atas sana” ajak Pak Iken.
Akhirnya saya hanya menunggu di bawah pohon kemiri yang teduh sambil mengamati mereka bekerja. Sedikit bosan, ternyata lama juga mereka kerja kebun. Tapi tak apalah, semua terbayar lunas dengan pemandangan di depan mata yang indah khas Flores.
Gb. Mereka sedang sibuk bekerja dan saya hanya asik memfoto..hhhee.. 

Gb. Berfoto bersama...

Waktu menunjukkan pukul 16.30 WITA, dan sebagian sudah turun menuju rumah kebun untuk bersiap pulang menuju Worowatu. Sebelum pulang suguhan yang tidak pernah terlewatkan adalah Kopi Flores. Kopi khas dari Flores yang menjadi menu wajib dalam setiap kegiatan apapun. Kebersamaan terasa hambar ketika menu istimewa yang satu ini tidak ada.
Gb. Rasa lelah hilang setelah menyeruput kopi Flores.

Akhirnya sore itu saya dan pak Iken berpamitan untuk pulang dulu. Tidak lupa saya diberi satu kantong plastik yang berisi belut sesuai tawaran bapak tadi.
“Bapaak, mamaa kami pulang dulu, terima kasih sudah dikasih belut” pamitku kepada bapak-mama disana.
“Iya pak guru, mbeo-mbeo. Nanti waktu panen maen-maen lagi” ucap salah satu bapak.
Gb. Narsis dulu sebelum meninggalkan kebun.. :D

Setelah berpamitan dengan para warga, saya dan pak Iken bergegas pulang melalui jalan yang tadi kita lalui ketika berangkat. Dan akhirnya kami mandi di sungai yang tadi, serta tidak lupa melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim yaitu shalat ashar.
Gb. Shalat ashar di tepi sungai 
 
Selesai mandi dan shalat, kami bergegas pulang hingga sampai rumah petang. Ya...sekali lagi pengalaman yang luar biasa kudapatkan dari tanah Flores. Kesederhanaan, kebersamaan, dan gotong royong saling membantu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku. Terimakasih Pak Iken, Terimakasih masyarakat Worowatu telah memberi kesempatan padaku untuk mendapatkan pelajaran yang sangat berharga ini. (yra)

Rabu, 06 Agustus 2014

BERKUNJUNG KE NEGERI JIRAN TIMOR LESTE



BERKUNJUNG KE NEGERI JIRAN
TIMOR LESTE

Dahulu, negara ini bernama Timor Timur dan merupakan salah satu provinsi di negara Indonesia. Namun, pada jajak pendapat yang diadakan tahun 1999, sebagian besar penduduknya menginginkan kemerdekaan sehingga Timor Leste pun berdiri sebagai negara merdeka yang berdaulat penuh. Ibukota Timor Leste adalah Dilli. Sistem pemerintahannya republik sosialis. Kepala negara Timor Leste dijabat oleh seorang presiden, sedangkan kepala pemerintahan dijabat oleh seorang perdana menteri yang diangkat oleh presiden. Mata uang negara ini ialah Dollar Amerika.[1]
Negara Timor Leste merupakan sebuah wilayah di timur Pulau Timor. Kondisi geografis, pada bagian selatan dan tenggara Pulau Timor terletak negara Australia. Pada sebelah barat laut adalah pulau Sulawesi dan pada arah barat ialah pulau Sumba. Pada sebelah barat-barat laut Timor adalah kepulauan Flores dan Alor, dan pada sebelah timur laut terletak Kepulauan Barat Daya, termasuk Wetar.
Timor, bersama dengan Kepulauan Sunda Kecil pada barat laut dan kepulauan kecil lainnya pada utara-timur, ditutup oleh hutan kering tropis. Banyak pohon yang gugur daunnya pada musim kemarau.
Di Timor telah lama terdapat puncak gunung vulkanik yang apinya menjadi mercusuar bagi pelaut yang berlayar di laut dekat Timor. Tetapi pada tahun 1637 sebuah letusan dahsyat mengakibatkan gunung itu tertimbun, namun lokasi itu sekarang menjadi danau.[2]
Dahulu negara ini merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sah. Sedih rasanya kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Kehilangan sesuatu yang pernah kita miliki. Ya.. itu memang menjadi pilihan meskipun kita berusaha untuk tetap mempertahankan. Hal yang bisa kita lakukan sekarang adalah mempertahankan sesuatu yang masih kita punya. Perhatian adalah kuncinya. Jangan sampai ketimpangan dan perbedaan menjadi pemicu dari keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI.(yra)



Kamis, 20 Februari 2014

Air Terjun Oenesu


AIR TERJUN OENESU


Selain wisata pantai, Kabupaten Kupang juga memiliki wisata air terjun yang cukup terkenal bernama Air Terjun Oenesu. Air terjun ini terletak di Desa Oenesu, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur.[1] Letaknya yang jauh dari pusat kota Kupang membuat Air Terjun Oenesu banyak digandrungi para wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing yang ingin menghilangkan kepenatan dari hiruk pikuk kota.
Air Terjun Oenesu memiliki ketinggian sekitar 10 m dengan 4 tingkatan.  Airnya meluncur dari air terjun pertama hingga ke air terjun berikutnya. Di sela-sela air terjun terdapat kubangan air berupa kolam alami.  Air yang mengalir ini banyak mengandung kapur. Saat musim hujan, curuhan dan volume air Oenesu begitu melimpah. Kendati begitu airnya tetap jernih. Sementara ketika musim panas, airnya tak pernah kering meski tak sebanyak saat musim hujan. Namun airnya terlihat lebih jernih.
Obyek wisata ini telah dilengkapi dengan sarana seperti lopo, rumah makan, MCK, jalan setapak dengan tangga turun yang sudah di semen dan tempat parkir. Juga beberapa gazebo untuk melepaskan lelah. Untuk turun menuju dasar air terjun, ada dua jalur yang dapat dipakai.  Untuk jalur pertama, di sebelah kiri lokasi terdapat jalan menurun yang cukup terjal yang nantinya menuju ke sebuah jembatan jauh di bawah air terjun utama.  Dari jembatan ini dapat terlihat beberapa tingkat air terjun.  Sedangkan jalur kedua melalui jembatan kayu yang cukup mengkhawatirkan karena banyak kayu tidak terpasang menutup ruasnya.  Selanjutnya menuruni anak tangga yang cukup curam hingga tiba di dasar air terjun.[2]
Banyak aktivitas yang dapat dilakukan di Air Terjun Oenesu seperti kemping dan menelusuri hutan wisata (hiking). Pengunjung juga dapat mandi sambil menikmati jatuhnya serpihan air terjun yang menyentuh tubuh. Segarnya air terjun membuat betah para pengunjung untuk berlama-lama. Selain itu beberapa pengunjung juga sekedar duduk-duduk sambil bermain air di sekitar air terjun sambil menikmati indahnya panorama air terjun. Di musim kemarau ataupun musim hujan, pengunjung selalu disuguhi panorama air terjun di salah satu titik alurnya. Paduan desah, riakan, serta deruan air terjun yang tak pernah putus, melengkapi kesejukan. Kicauan burung dari ranting-ranting pohon yang masih asri menambah syahdunya suasana di Air Terjun Oenesu.(yra)

Kupang, 27 Juni 2013

Minggu, 16 Februari 2014

Pantai Lasiana


PANTAI LASIANA


Sunset atau matahari terbenam adalah waktu di mana matahari menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat.[1] Warna merah jingga pada langit merupakan momen yang indah ketika matahari mulai kembali ke peraduannya. Salah satu tempat yang cocok dikunjungi untuk melihat sunset adalah Pantai Lasiana di Nusa Tenggara Timur. Konon katanya, sunset di pantai ini adalah spot terbaik untuk menikmati sunset.
Pantai Lasiana adalah salah satu kawasan pantai yang terletak di ujung timur wilayah Kota Kupang ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pantai ini masuk dalam wilayah air Teluk Kupang yang panjang pantainya sekitar 3 km. Pantai ini dikelola secara resmi oleh pemerintah Kabupaten Kupang dan menjadikannya objek wisata kota Kupang yang dapat diakses oleh masyarakat umum mulai sekitar tahun 1970-an. Dinas pariwisata NTT membangun beberapa fasilitas umum didalam areal wisata Pantai Lasiana sebagai bangunan penunjang obyek wisata ini.[2] Menurut rencana, pantai ini akan dijadikan Taman Budaya Flobamora[3].
Seperti pantai kebanyakan di Nusa Tenggara Timur, Pantai Lasiana ini memiliki penampang pantai yang landai dengan gelombangnya yang tenang dan jernih. Hal inilah yang menyebabkan tidak sedikit wisatawan memilih menceburkan diri menikmati gulungan ombak di Pantai Lasiana. Tidak sedikit pula yang datang untuk sekedar duduk-duduk menikmati indahnya sunset dengan ditemani air kelapa yang dijual penduduk di sekitar pantai. Pantai dengan balutan pasir putih yang luas arealnya sekitar 3,5 Ha ini juga banyak ditumbuhi pohon kelapa dan pohon lontar disepanjang pantainya. Ini menjadikan nuansa tersendiri yang menjadi pembeda dari pantai-pantai lainnya di Nusa Tenggara Timur. 
Tenggelamnya matahari di ufuk barat merupakan momen yang paling ditunggu para wisatawan. Sedikit demi sedikit langit berubah warna menjadi kekuningan, kemerahan dan jingga. Demikian halnya air laut juga berubah warna dari biru ke kuning keemasan akibat pantulan sinar matahari yang terbenam. Gelap semakin menyelimuti Pantai Lasiana dan sisa-sisa sinar sang mentari yang semakin meredup. Angin sepoi-sepoi yang meniup pelepah pohon kelapa dan lontar semakin memberi kehangatan suasana senja pantai yang menjadi primadona Ibu Kota Nusa Tenggara Timur itu. (yra)

28 Juni 2013



[1] Id.m.wikipedia.org/wiki/Matahari_terbenam, diakses tgl. 15 Februari 2014
[3] Istilah Flobamora mengacu pada suku-suku yang tinggal di sekitar pantai, yaitu Flores, Sumba, Timor dan Alor. Dikutip dari: m.detik.com/trevel/read/2013/06/04/181000/2254795/1025/4/pantai-lasiana-sunsetnya-bikin-speechless, diakses tgl. 15 Februari 2014